Rabu, 16 Maret 2011

Enceng Gondok Beromzet Jutaan Rupiah

Enceng gondok yang sering dianggap sebagai tanaman pengganggu bagi para petani, tidak demikian halnya bagi Rafi Hartono, pemilik Geni Art. Melalui keuletannya, enceng gondok tersebut disulap menjadi produk kreatif yang dapat mendatangkan pundi-pundi rupiah ke kantongnya.  

Usaha kreatif Geni Art dimulai oleh Rafi sejak 2004. Modal awal yang ia keluarkan bisa dibilang sangat kecil, yaitu Rp 45.000. Uang ini ia gunakan untuk membeli perlengkapan gambar, misal penggaris, cutter, dan pensil.

Ide cemerlang untuk memanfaatkan enceng gondok ia temukan secara tak sengaja. Saat itu ia beserta teman-temannya sedang bermain di rawa. Di rawa itulah ia menemukan enceng gondok untuk kemudian dibuat mainan mobil-mobilan sejenis bemo.

Lobster Air Tawar

Lahan pekarangan rumah sempit tak membatasi kreatifitas Fahdiansyah Rambe,  untuk membuat suatu usaha yang mendatangkan nilai ekonomis. Dengan memanfaatkan pekarangan rumahnya, sarjana teknik kini mempunyai 15 kolam yang digunakan untuk bisnis lobster air tawar.

Untuk memulai usahanya pada tahun 2005, Fahdiansyah mengeluarkan modal awal sebesar Rp 5 juta. Modal tersebut digunakan untuk membeli indukan lobster air tawar Walkamin dari Pasar Pramuka Jakarta Timur, seharga Rp 4 juta yang berisi 30-40 ekor indukan. Selain itu juga untuk membeli seperangkat aquarium (ukuran 100x50x25 cm), aerator, pipa, dan selang.

Fahdiansyah membenihkan lobster di kolam yang terdapat di pekarangan rumahnya, sedangkan untuk pembesarannya dilakukan di 6 kolam masing-masing seluas 100 m2 yang ia sewa di daerah Ciampea-Bogor sebesar Rp 100 ribu per bulan/kolam. 

Rabu, 09 Maret 2011

Pembudidaya Jambu Biji Mutiara Organik

Melihat peluang usaha yang menjanjikan di bidang agribisnis khususnya tanaman buah menarik Suko Budi Prayogo banting setir menjadi petani. Dari satu hektar lahan yang ditanami varietas terbaru Jambu Biji Mutiara asal Thailand, tiap minggu ia bisa panen 800 kg jambu yang nyaris tak berbiji itu. Menariknya tanaman ini bisa dipanen sepanjang tahun dan permintaan pasar cukup tinggi serta pembudidaya masih sangat sedikit. Bagaimana potensi usahanya?

Suko Budi Prayogo begitu nama lengkap pria yang akrab disapa Budi ini. Sebelumnya Budi bekerja di Jawa Muda Group (perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian, peternakan, dan farmasi di Jawa Timur) selama 14 tahun dan terakhir menjabat posisi General Manager. Tak puas dengan kariernya.
Budi pun memutuskan berhenti dan. memilih menjadi petani berbagai jenis tanaman buah dataran rendah sejak tahun 2003. Kecin-taannya mengoleksi tanaman buah membuka matanya akan peluang besar budidaya tanaman buah.

Di atas kebun seluas dua hektar miliknya Budi memulai usaha dengan menanam berbagai tanaman buah seperti Kelengkeng Kristal, Jeruk Santang, Jeruk Kepok Madu, Blimbing Dewa, Sawo Jumbo Thailand, Srikaya Jumbo, Mangga Golden, Jambu Air Black Diamond dan varietas terbaru Jambu Biji Mutiara asal Thailand.

Di awal usahanya. Budi merogoh kocek hingga Rp 50 juta yang digunakan untuk membeli peralatan dan perlengkapan pertanian, bibit, hingga mengolah kebun yang berlokasi di Desa Pongangan, Kec. Gunung Pati, Kab. Semarang,

Jawa tengah. Budi mengatakan, sebagian kebunnya tersebut (1 hektar) digunakan untuk menanam 840 pohon varietas Jambu Biji Mutiara yang diperolehnya langsung dari Thailand. Selain budidaya jambu biji yang nyaris tidak berbiji tersebut, ia juga menjual berbagai macam bibit dan buah yang ditanam di kebunnya.

Jambu Mutiara Organik. Jika jambu biji biasanya dipenuhi dengan biji, lain halnya dengan Jambu Biji Mutiara yang memiliki sedikit biji (seedless). Selain itu, meski dikenal sebagai tanaman dataran rendah, tapi tanaman ini bisa ditanam pada ketinggian 5OO-1.2OO mdpl. Menariknya, kurang dari satu tahun sudah bisa dipanen dan akan terus panen sepanjang tahun hingga masa produktif selama  10 tahun.

Jambu Biji Mutiara mempunyai keistimewaan rasa buah manis segar dengan tekstur buah renyah, berukuran berat 0,3-0,7 kg per buah diameter 5-10 cm dan termasuk dalam tanaman dengan perawatan yang mudah.

Budi mengatakan, Jambu Biji Mutiara budidayanya, ditanam secara organik. Selain biaya yang dikeluarkan lebih murah, hasil panen yang dihasilkan bebas dari pestisida maupun residu bahan kimia lainnya. Yang menarik pemeliharaan Jambu Biji Mutiara juga sangat mudah. "Setelah tanam, kita cukup siram satu minggu sekali dan pembuangan rumput maupun gulma yang tumbuh di sekitar kebun, agar penyerapan nutrisi tanaman sempurna," kata Budi.

Biaya produksi pun bisa ditekan, karenanya Budi tak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli pupuk kimia (NPK, Urea, TSP) serta pestisida. Hanya saja untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman Budi memberi tanaman tersebut suplemen berupa mikroorganisme probiotik EM4 yang dibeli Rp 17 ribu/botol. "Tiap dua bulan sekali kita berikan mikroorganisme probiotik, dosisnya tergantung dari umur pohon itu sendiri. Misal untuk umur pohon kurang dari 2 tahun kita berikan 5 cc per pohon, selebihnya sebanyak 10 cc per pohon yang dicampur dengan air sebanyak 10 liter dan disiramkan pada lubang tanam. Selanjutnya, tiap 4 bulan diberikan pemupukan ulang dengan pupuk kandang sebanyak 4 ton/hektar. Tujuannya agar nutrisi terpenuhi dan tanaman berkembang baik dan menghasilkan buah yang maksimal," beber Budi.

Lantaran Jambu Biji Mutiara ini dipanen sepanjang tahun, maka sejak panen pertama, dari satu pohon akan terus menghasilkan buah dan produktif hingga 10 tahun. Tak heran jika Budi mengatakan bisa panen 800 kg tiap minggunya dari 840 pohon. "Dari satu pohon ya

bisa dipanen sekitar 50 kg tiap tahunnya," akunya. Dengan demikian, dalam setahun Budi bisa panen 42 ton Jambu Biji Mutiara/tahunnya. Adapun harga jual satu kilo Jambu Biji Mutiara di tingkat petani dengan harga Rp 12 ribu.

Pemasaran. Budi mengatakan, Jambu Biji Mutiara dipasarkan ke beberapa swalayan buah organik (Total Buah Segar dan All Fresh) dan end user yang mengonsumsi buah organik di sekitar Semarang, Jakarta, dan Bali.

Dari satu hektar lahan miliknya, mampu menghasilkan 42 ton/tahun. Jika harga di tingkat petani Rp 12 ribu, maka omset yang dicapai sekitar Rp 504 juta/tahun atau Rp 42 juta/bulan.

Karena permintaan dari supermarket yang besar, Budi menjalin kerja sama dengan beberapa petani di berbagai daerah seperti Pekalongan, Ungaran, Magelang, Demak, Sukorejo dan Kendal untuk membudidaya Jambu Biji Mu-

tiara ini. "Saya kerja sama dengan petani (Mitra) di mana saya suplai bibit, dan petani hanya tinggal siapkan lahan , dan    tanam.   Setelah panen, bisa dijual ke saya dan kita bagi hasil fifty-fifty," ungkap Budi. Selain  itu, kerja sama juga dilakukan dengan  para  peternak sapi di daerah sekitar kebun miliknya, untuk mendapatkan kotoran sapi sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pupuk kandang. Saat ini Budi telah menjalin kerja sama dengan 5 orang peternak   dengan   rata-rata   pengeluaran sekitar Rp 700 ribu-Rp 2 juta per orang tergantung jumlah ternak yang dimiliki. "Peternak yang memiliki 10 ekor sapi saya hargai Rp 700 ribu per bulan, lebih dari 10 ekor saya hargai Rp 2 juta per bulan untuk kotoran sapinya," jelas Budi.

Dengan permintaan yang terus meningkat dan belum terpenuhi, Budi mengatakan prospek usaha budidaya jambu mutiara ini sangat bagus. Hal ini dikarenakan pem-budidayanya masih sedikit, apalagi dengan teknik budidaya organik tentunya harga per kilo lebih menjanjikan.

Kendala. Dalam budidaya biasanya yang menjadi momok bagi para petani adalah serangan hama dan penyakit. Begitu pula pada budidaya Jambu Mutiara ini sendiri. Budi mengaku hama dan penyakit yang biasanya menyerang tanaman jambunya adalah serangan ulat, belalang dan lalat buah. Namun bagi Budi hal semacam itu tidak begitu ia khawatirkan. "Pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit seperti itu cukup saya lakukan secara manual saja, tidak melakukan penyemprotan pestisida," jelasnya. Menurut Budi bila tanaman jambunya terkena serangan hama/penyakit, ia cukup memotong daun/batang yang terkena serangan secara manual saja.

Gatotkaca Menembus Dunia

Wayang sudah mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Tak cuma berukuran standar, wayang kulit dan golek juga hadir dalam bentuk mini. Selain dalam negeri, peminatnya juga datang dari luar negeri. Perajin pun mendulang penghasilan besar.

Gatot Kaca dengan otot kawat dan tulang besi menjadi tokoh populer dalam dunia pewayangan. Begitu juga dengan Pandawa, seperti Bima dan Arjuna. Pertunjukan wayang kulit dan golek sering mengangkat epos tentang mereka.

Popularitas Gatot Kaca dan tokoh-tokoh dalam dunia wayang membuat suvenir wayang kulit dan golek banyak diminati orang, termasuk wayang yang berbentuk mini. Tak hanya pencinta pertunjukan wayang saja, melainkan juga orang kebanyakan.


Kehadiran wayang mini merupakan salah satu cara untuk makin mengenalkan budaya asli Indonesia, terutama Jawa dan Sunda, ini hingga mancanegara. Sebab, miniatur wayang juga bisa menjadi hiasan untuk mempercantik ruangan Anda.

Dengan miniatur wayang, "Saya ingin wayang lebih dikenal masyarakat, tidak hanya saat pergelaran berlangsung," kata Muadz Hadsi, perajin miniatur wayang golek di Bandung, Jawa Barat.

Muadz membuat miniatur wayang golek sejak 10 tahun lalu dengan bermacam tokoh, seperti Arjuna, Bima, Gatot Kaca, Rama, dan Shinta. Meski bentuknya mini, ia tetap menghadirkan karakter tokoh wayang yang sama dengan wayang ukuran standar yang biasa dipakai dalam pertunjukan. Mulai dari pahatan wajah hingga pakaian.

Tak hanya itu, Muadz juga menggunakan kayu-kayu pilihan sebagai bahan baku utama wayang golek mininya. Proses pewarnaannya pun tak main-main. "Dengan pewarnaan semprot, wayang kelihatan lebih alami dan bagus," ujarnya.

Dengan kualitas jempol yang ditawarkan Muadz, tak heran miniatur wayang golek buatannya tak hanya disukai pasar lokal saja, melainkan juga pasar luar negeri. Setiap bulan, ia rutin mengirimkan produknya ke China dan Korea Selatan sebanyak 300 wayang golek mini.

Adapun untuk pasar dalam negeri, Muadz mampu menjual 200 wayang golek mini per bulan. Dengan harga mulai Rp 100.000 hingga Rp 500.000 per item, saban bulan ia mampu meraih omzet hingga Rp 50 juta.

Endhi Suryadi asal Bandung, Jawa Barat, juga membuat miniatur wayang golek. "Prospeknya lumayan cerah sebab merupakan seni kreatif dan pemainnya masih relatif sedikit," katanya.

Memulai usaha sejak 2008, Endhi tergerak untuk terjun ke bisnis pembuatan miniatur wayang karena tergiur dengan keuntungannya. Selain itu, dia ingin menjaga kelestarian kesenian tradisional Sunda.
Dengan mempekerjakan 20 orang, Endhi banyak memakai tenaga kerja yang memiliki keahlian membuat miniatur wayang golek. "Namun, banyak juga yang masih awam sehingga perlu di-trainingselama satu bulan dulu," ujarnya.

Endhi mengatakan, untuk membuat satu miniatur wayang golek istimewa, kira-kira membutuhkan waktu paling lama dua minggu. Sementara untuk menghasilkan miniatur wayang golek biasa hanya memerlukan hitungan hari saja.

Harga miniatur wayang golek buatan Endhi mulai dari Rp 10.000 untuk produk gantungan kunci sampai Rp 65.000 untuk ukuran 21 sentimeter. Tak hanya wayang golek mini, Endhi juga kerap melayani pemesanan wayang golek raksasa dengan ukuran mencapai dua meter. "Sebulan bisa ada dua pesanan wayang golek raksasa yang masuk. Harganya bisa Rp 8 juta hingga Rp 10 juta," katanya.
Ditambah penjualan wayang golek mininya, penghasilan Endhi per bulan mencapai Rp 50 juta. Omzet itu baru dari penjualan produk yang pemasarannya ke seluruh Indonesia.

Soalnya, Endhi juga melego miniatur wayang golek buatannya ke sejumlah negara, seperti Kanada, Jerman, dan Belanda. Khusus wayang golek berukuran jumbo, menurutnya, kalau sudah sampai ke tangan pembeli luar negeri, harganya bisa melonjak hingga Rp 20 juta, tergantung motif dan ukurannya. "Selain unik dan khas Indonesia, orang asing sangat suka dengan ukiran-ukiran wayang bentuk mahkota," katanya.

Kalau Muadz dan Endhi memproduksi miniatur wayang golek, Rusmadi membuat wayang kulit mini. Perajin wayang kulit asal Yogyakarta ini menuturkan, untuk membikin wayang kulit mini dibutuhkan bahan baku berupa kulit sapi perkamen dan kayu jati atau mahoni.

Rusmadi biasa membeli kulit sapi lembaran yang sudah disamak dari sebuah pabrik di Magetan, Jawa Timur. "Setiap bulan saya dipasok satu kuintal. Kalau dulu ayah saya bisa beli sampai satu ton," ungkap Rusmadi yang berguru membuat wayang kulit dari sang ayah tercinta.

Adapun bahan baku kayu jati atau mahoni, didapat Rusmadi dari limbah atau sisa-sisa produksi toko furnitur di Bantul, Yogyakarta. Tokoh-tokoh wayang kulit yang digemari masyarakat adalah Pandawa dan Punakawan, semisal Semar, Petruk, dan Gareng.

Tak hanya wayang kulit mini, Rusmadi juga tetap membuat wayang berukuran standar untuk pergelaran wayang ataupun koleksi. Proses produksi wayang kulit mini pertama-tama dengan menggambar motif tokoh pewayangan pada lembaran kulit sapi dengan tinggi 30 sentimeter. Kemudian digunting mengikuti pola, baru dicat. Pada sentuhan akhir, batang kayu dipasang di sosok wayang dari bagian leher sampai sekitar lima sentimeter melewati batas bawah wayang.

Kayu-kayu itu juga dijadikan kelir atau layar tempat memainkan wayang. Tinggi kelir 30 sentimeter dengan panjang 40 sentimeter. "Tokoh wayang disusun berhadapan. Di tengah mereka ada gunungan," tutur Rusmadi